banner 728x250

Majelis Hakim Tidak Boleh Mengomentari Eksepsi Terdakwa Johny G Plate, Karena Ada Hak Ingkar Yang Melindungi

Berita76.Com
banner 120x600
banner 468x60

Opini
Oleh: Petrus Selestinus
( Koordinator TPDI & Pergerakan Advokat Nusantara)

Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri dalam persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili Terdakwa Johny G. Plate, dalam kasus dugaan Tindak Pidana korupsi penyediaan Menara BTS 4G Kominfo, yaitu menegur Terdakwa Johny G. Plate dan Penasehat Hukumnya (PH) dengan pernyataan bahwa “jangan anggap Pengadilan Alat Politik”, merupakan pelanggaran terhadap Hak Ingkar Terdakwa.

banner 325x300

Sikap Ketua Majelis Hakim terhadap Terdakwa Johny G. Plate dan Penasehat Hukumnya (PH) dengan pernyataan bahwa “jangan anggap Pengadilan sebagai Alat Politik, jelas melanggar Hak Ingkar Terdakwa Johny G. Plate yang dijamin oleh pasal 52 KUHAP dan oleh pasal 17 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Di sini nampak Ketua Majelis Hakim sudah mengambilalih hak dan wewenang Jaksa Penuntut Umum (JPU), karena setelah Terdakwa Johny G. Plate dan PHnya membacakan eksepsi, maka kewenangan untuk mengomentari Eksepsi Terdakwa dan PH berada di tangan JPU, bukan porsi Ketua Majelis Hakim.

Ketua Majelis Hakim seharusnya setelah Eksepsi Terdakwa dan PH dibacakan, bola itu dilempar ke JPU dengan memberikan kesempatan kepada JPU untuk memberikan tanggapan, bukan malah Ketua Majelis Hakim lalu membuat komentar yang menyudutkan Terdakwa dan PHnya, secara tidak etis.

ATURAN MAIN YANG BAKU

Ini adalah aturan main dalam Hukum Acara yang sudah baku dan menjadi asas dalam hukum Acara Pidana. Karena itu wajib ditaati, tidak saja oleh Hakim tetapi juga oleh semua pihak yang terlibat dalam beracara di sidang Pengadilan Pidana.

Jika saja belum apa-apa Ketua Majelis Hakim sudah membatasi hak-hak terdakwa, tanpa dasar hukum, maka pandangan Terdakwa dan PHnya bahwa Pengadilan menjadi alat politik menjadi tak terbantahkan, karena di sini Hakim tidak menunjukan netralitasnya, melainkan telah melakukan tindakan  sewenang-wenang yang dapat dikategorikan sebagai telah mengeluarkan pernyataan di sidang tentang keyakinannya mengenai salah atau tidaknya terdakwa.

Padahal di dalam pasal 52 KUHP dan 158 KUHAP, ditegaskan tentang Hak Ingkar Terdakwa dan larangan di mana Hakim dilarang menunjukan sikap atau mengeluarkan pernyataan di sidang tentang keyakinan mengenai salah atau tidaknya terdakwa.

Kecenderungan sikap Ketua Majelis Hakim dengan membatasi hak ingkar Terdakwa dan PH merupakan sinyal dari Ketua Majelis Hakim yang memberi pesan di mana Pengadilan menjadi alat politik, sebagaimana didalilkan oleh Terdakwa dan PHnya.

Padahal di dalam Kode Etik dan Pedoman Perilalu Hakim terdapat larangan yaitu :

banner 325x300